Sejarah
masuknya agama Islam ke Bali dimulai sejak jaman kerajaan pada abad XIV
berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, tidak merupakan satu-kesatuan
yang utuh. “Sejarah masuknya Islam ke Pulau Dewata dengan latarbelakang
sendiri dari masing-masing komunitas Islam yang kini ada di Bali,
Penyebaran agama Islam ke Bali antara lain berasal dari Jawa, Madura,
Lombok dan Bugis. Masuknya Islam pertama kali ke Pulau Dewata lewat
pusat pemerintahan jaman kekuasaan Raja Dalam Waturenggong yang berpusat
di Klungkung pada abad ke XIV.
Raja Dalem Waturenggong berkuasa selama kurun waktu 1480-1550,
ketika berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur sekembalinya
diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam. Ke-40 pengawal
tersebut akhirnya diizinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan
tersendiri seperti halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada
masa kejayaan Majapahit.
Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan
Gelgel menempati satu pemukiman dan membangun sebuah masjid yang diberi
nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadan umat Islam tertua
di Pulau Dewata.
H. Mulyono, mantan asisten sekretaris daerah Bali itu menambahkan,
hal yang sama juga terjadi pada komunitas muslim yang tersebar di Banjar
Saren Jawa di wilayah Desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon,
kelurahan Serangan (Kota Denpasar), Pegayaman (Buleleng) dan Loloan
(Jembrana).
Masing-masing komunitas itu membutuhkan waktu yang cukup panjang
untuk menjadi satu kesatuan muslim yang utuh. Demikian pula dalam
pembangunan masjid sejak abad XIV hingga sekarang mengalami akulturasi
dengan unsur arsitektur tradisional Bali atau menyerupai stil wantilan.
Akulturasi dua unsur seni yang diwujudkan dalam pembangunan masjid
menjadikan tempat suci umat Islam di di Bali tampak beda dengan bangunan
masjid di Jawa maupun daerah lainnya di Indonesia. “Akulturasi unsur
Islam-Hindu yang terjadi ratusan tahun silam memunculkan ciri khas
tersendiri, unik dan menarik,” tutur Haji Mulyono.
Tengoklah desa-desa muslim yang ada di Bali, seperti Pegayaman
(Buleleng), Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul (Jembrana) dan Nyuling
(Karangasem). Atau, kampung muslim di Kepaon Kota Denpasar.
Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada
umumnya. Yang membedakan hanya tempat ibadah saja. Bahkan di Desa
Pegayaman, karena letaknya di pegunungan dan tergolong masih agraris,
semua simbol-simbol adat Bali seperti subak, seka, banjar, dipelihara
dengan baik. Begitu pula nama-nama anak mereka, Wayan, Nyoman, Nengah,
Ketut tetap diberikan sebagai kata depan yang khas Bali.
Penduduk kampung ini konon berasal dari para prajurit Jawa atau
kawula asal Sasak dan Bugis beragama Islam yang dibawa oleh para Raja
Buleleng, Badung dan Karangasem pada zaman kerajaan Bali.
Orang-orang muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal
Bugis. Kampung yang mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja
Pemecutan. Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon dengan lingkungan puri
(istana) hingga sekarang masih terjalin baik.
Beberapa gesekan pernah terjadi diantara warga muslim
Kepaon dengan warga asli bali , Raja Pemecutan turun tangan membela
mereka.
“Mereka cukup disegani. Bahkan, jika ada masalah-masalah dengan
komunitas lain, Raja Pemecutan membelanya,” ujar Shobib, aktivis Mesjid
An Nur.
Di Denpasar, komunitas muslim dapat dijumpai di Kampung Islam Kepaon,
Pulau Serangan dan Kampung Jawa. mayoritas Kampung Kepaon dan Serangan dihuni
warga keturunan Bugis.
Konon, nenek moyang mereka adalah para nelayan yang terdampar di
Bali. Ketika terjadi perang antara Kerajaan Badung dengan Mengwi, mereka
dijadikan prajurit. Setelah mendapat kemenangan, kemudian diberi tanah oleh sang Raja.
Keberadaan ummat islam yang sudah ratusan tahun di
bali sedikit banyak memberikan ciri khas tersendiri, misalnya sebagian
warga muslim menambahkan nama khas Bali pada anak-anak mereka seperti
Wayan,
Made, Nyoman dan Ketut, jadi tidaklah sesuatu yang ganjil apabila kita
menemukan nama seperti Wayan
Abdullah, atau Ketut Muhammad misalnya.
Tetapi ini hanya dalam tataran budaya. Untuk idiom-idiom yang
menyangkut agama, mereka tidak mau kompromi. mereka
tetap menjaga nilai-nilai syari'at islam secara utuh.
UMMAT ISLAM BALI KINI
Saat ini
jumlah ummat islam di Pulau Bali mencapai 9 % dari total penduduk bali , dan keberadaan
ummat Islam di pulau Bali sudah begitu membaur dan menyebar dihampir
sega penjuru, baik daerah perkotaan maupun pedesaan. namun secara umum
penyebaran ummat Islam masa kini lebih terkonsenterasi di wilayah
Denpasar dan Badung, hal tersebut bisa dipahami karena kedua daerah
tersebut merupakan daerah pariwisata utama pulau bali.
Perkembangan
ummat islam di kedua daerah ini tampak pada jumlah tempat ibadah/
masjid yang lumayan banyak di kedua daerah ini. seperti di kuta
misalnya, di Kelurahan Tuban/ Airport ada sekitar 9 buah Masjid yang
lumayan besar, belum termasuk Musholla, antara lain yang paling megah
adalah Masjid Nurul Huda di dekat Airport Ngurah Rai,di masjid ini jika
bulan Romadhon mampu menyediakan ta'jil + nasi bungkus/kotak bagi jamaah
yang jumlahnya lebih dari 500an paket.
Masjid Nurul Huda Tuban Bali
Sementara itu di
kota Denpasar sendiri ada puluhan Masjid dengan jarak yang tidak terpaut jauh,
dengan begitu kita dengan mudah menemukan sejumlah Masjid di Ibu kota
Propinsi Bali ini, semisal Masjid An-Nur.
Jl. Diponegoro 167, Denpasar, Masjid Agung Sudirman.
Kompleks Kodam Udayana, Denpasar Masjid At-Taqwa.
Jl. WR. Supratman 9 Polda , Denpasar Masjid Al Ihsan Komplek Inna Grand Bali Beach Hotel. dll..salah satu Masjid langganan penulis adalah Masjid Agung Sudirman, selain termasuk yang termegah diantara Masjid yang ada, salah satu Imam di Masjid ini mengingatkan saya pada Imam Masjidil Haram Syaik Abdul Rahman Al Sudais
Masjid Agung Denpasar
Salah satu Masjid termegah di kota Denpasar
Kemudahan menemukan tempat
ibadah/Masjid di kedua daerah ini tentu tidak sama dengan daerah lainnya
di Bali, bahkan di kota Gianyar ( salah satu kabupaten di bali )
penulis hanya menemukan 2 buah masjid. namun secara umum perkembangan
dan hubungan masyarakat muslim dengan komunitas lainnya di Bali sangat
baik sekali. dalam sejarahnya tidak pernah ada perselisihan yang
menimbulkan gejolak sosial antara ummat islam dengan komunitas hindu dan
lainnya di pulau Bali.
Demikian sedikit perkembangan ummat islam di pulau Bali yang kami sajikan, mudah-mudahan bermanfaat
Wassalam/Rp
Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.
Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan: Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun).
Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEA BULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. nama terakhir ini sangat jarang di di sebut dalam sejarah batak karena tidak mempunyai keturunan, sehingga banyak para penulis sejarah Batak yang menulis keturunan si Raja Batak hanya 2 Orang. dari 2 orang inilah keturunan dan marga batak tersebar kesemua daerah di Sumatera Utara.
DALIHAN NA TOLU
KEKERABATAN