Assalamu'alaikum Wr Wb. Dengan Rahmat Allah Swt, akhirnya blog sederhana ini kami tampilkan. Blog ini akan menjadi sarana komunikasi kami dengan masyarakat dimanapun berada, kami akan menyajikan berbagai informasi terkait kehidupan sosial masyarakat Sumatera Utara yang ada di Pulau Bali. Beberapa artikel tentang budaya dan sejarah dari Sumatera Utara juga menjadi topik blog ini. Akhir kata kami mengharapkan blog ini bermanfaat bagi saudara sekalaian khususnya masyarakat SUMUT. Wassalam @WMS BALI Note: kami menerima kiriman artikel yang sesuai dengan misi blog ini untuk dimuat silakan e-mail kami di : sahata_bali@mail.com

Selasa, 25 Oktober 2011

   Inna Lillahi wa inna Ilaihi raaji'un   انّا للہ و انّا الیہ راجعون 
( Sesunggunya kita ini milik Allah, dan kita pasti kembali kepadaNYa) 

Keluarga besar sahata mengucapkan turut berdukacita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya ayahanda dari Bp. Idrus hasibuan/anggota wms sahata Bali, semoga almarhum diberikan tempat terbaik disisiNya, diterima amal ibadahnya dan di ampuni dosa-dosanya. dan kepada keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan.

Jumat, 21 Oktober 2011

ACARA QURBAN WMS BALI 1432 H

Assalamu'alaikum Wr Wb.

Anggota WMS Bali yang terhormat ..

Sesuai dengan hasil keputusan rapat tanggal 20/10/11 acara qurban idul adha 1432 H  dilaksanakan pada tanggal 06/11/11 di Jl. By Pass Sunset Road Kuta Seminyak Bali, di Rumah Bp. Sulthony Harahap. kepanitiaan Qurban akan dipimpin pengurus dan di bantu oleh anggota WMS, support dari saudara sekalian sangat kami harapkan. 

Demikian info ini kami sampaikan


Wassalam

@WMS Bali


Dokumentasi Qurban Sahata pada Idul Adha 1431 H di Denpasar Bali





Kamis, 20 Oktober 2011

SEJARAH SUKU BATAK



SEJARAH SUKU BATAK

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatra timur Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatra Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal

R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut.

 MARGA BATAK

Para ahli sejarah sepakat Marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.  dari Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke- 13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah generasi ke-20.Batu bertulis (prasasti) di Portibi tahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.

Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan: Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun).

Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEA BULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. nama terakhir ini sangat jarang di di sebut dalam sejarah batak karena tidak mempunyai keturunan, sehingga banyak para penulis sejarah Batak yang menulis keturunan si Raja Batak hanya 2 Orang. dari 2 orang inilah keturunan dan marga batak tersebar kesemua daerah di Sumatera Utara.

Guru Tatea Bulan sendiri mempunyai 5 (lima) orang putra yakni Raja Uti (Raja Biakbiak), Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 (tiga) orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi dan Sangkar Somalidang.dari keturunan (pinompar) mereka inilah kemudian menyebar ke segala penjuru daerah di Tapanuli baik ke utara maupun ke selatan dalam perjalanannya kemudian tercip marga yang jumlahnya mencapai ratusan marga, dari beberapa sumber yang penulis baca, marga itu sebenarnya nama beberapa moyang para leluhur bangsa batak yang merupakan keturunan Si Raja Batak,  Marga bagi orang batak  selain untuk mengenali  silsilahnya /tarombo dari yang bersangkutan juga berfungsi sebagai penentu kedudukan yang bersangkutan dalam falsafah DALIHAN NA TOLU dalam adat Batak. Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosial-kultural yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut adalah:
  • Pertama , Somba Marhula-hula/hormat kepada keluarga pihak Istri
  • Kedua, Elek Marboru (sikap membujuk/mengayomi wanita)
  • Ketiga, Manat Mardongan Tubu (bersikap hati-hati kepada teman semarga)

DALIHAN NA TOLU

Dalihan Na Tolu ADALAH filosofis orang Batak,  artinya tungku yang berkaki tiga, bukan berkaki empat atau lima. Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan. Kalau kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat yang bisa tetap digunakan jika salah satunya rusak. 

Dalihan Natolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat batak, Dalihan Natolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama, ketiga hal tersebut:

1. Somba Marhula-hula; hormat kepada Hula-hula.Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu(istri bapak), kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi; kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan

2. Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan. Berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih.
Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita(anak perempuan kita). Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.

3. Manat mardongan tubu/sabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati –hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dll. Inti ajaran Dalihan Natolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati(masipasangapon) dengan dukungan kaidah moral: saling menghargai dan menolong. Dalihan Natolu menjadi media yang memuat azas hukum yang objektif.

KEPERCAYAAN /AGAMA SUKU BATAK


Sebelum suku Batak Toba mengenal agama Kristen Protestan dan Islam , mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:

  • Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
  • Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
  • Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Sejarah Batak modern dipengaruhi oleh dua agama samawi yakni Islam dan Kristen. Islam makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan para da’i dari negeri Minang. Perluasan penyebaran Agama Islam juga pernah memasuki hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatera Barat, namun tidak begitu berhasil. Agama Islam lebih berkembang di kalangan Batak Mandailing dan sebagian besar Batak Angkola.

Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Batak Angkola dan Toba setelah beberapa kali misi Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan. Misionaris yang paling berhasil adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk kaum pria, dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu.

Pelatihan dan pengajaran ini kemudian berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen dan lainnya juga berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada saat ini, RS Umum Tarutung dan RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.

Sementara di bagian Selatan berkembang berbagai sekolah umum dan pesantren yang sudah terkenal sejak masa penjajahan Belanda hingga saat ini. Beberapa diantaranya bahkan bisa berkembang menjadi pesantren yang bertaraf international dengan membanjirnya para santri dari berbagai wilayah nusantara dan dari beberapa negara tetangga.


MASUKNYA ISLAM

Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan, Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur

SALAM KHAS BATAK

Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”

KEKERABATAN

Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.



Sumber : wikipedia.org dll

Senin, 17 Oktober 2011

SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE PULAU BALI DAN PERKEMBANGANNYA KINI

Sejarah masuknya agama Islam ke Bali dimulai sejak jaman kerajaan pada abad XIV berasal dari sejumlah daerah di Indonesia, tidak merupakan satu-kesatuan yang utuh. “Sejarah masuknya Islam ke Pulau Dewata dengan latarbelakang sendiri dari masing-masing komunitas Islam yang kini ada di Bali, Penyebaran agama Islam ke Bali antara lain berasal dari Jawa, Madura, Lombok dan Bugis. Masuknya Islam pertama kali ke Pulau Dewata lewat pusat pemerintahan jaman kekuasaan Raja Dalam Waturenggong yang berpusat di Klungkung pada abad ke XIV.
  
Raja Dalem Waturenggong berkuasa selama kurun waktu 1480-1550, ketika berkunjung ke Kerajaan Majapahit di Jawa Timur sekembalinya diantar oleh 40 orang pengawal yang beragama Islam. Ke-40 pengawal tersebut akhirnya diizinkan menetap di Bali, tanpa mendirikan kerajaan tersendiri seperti halnya kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa pada masa kejayaan Majapahit.

Para pengawal muslim itu hanya bertindak sebagai abdi dalam kerajaan Gelgel menempati satu pemukiman dan membangun sebuah masjid yang diberi nama Masjid Gelgel, yang kini merupakan tempat ibadan umat Islam tertua di Pulau Dewata.

H. Mulyono, mantan asisten sekretaris daerah Bali itu menambahkan, hal yang sama juga terjadi pada komunitas muslim yang tersebar di Banjar Saren Jawa di wilayah Desa Budakeling, Kabupaten Karangasem, Kepaon, kelurahan Serangan (Kota Denpasar), Pegayaman (Buleleng) dan Loloan (Jembrana).

Masing-masing komunitas itu membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk menjadi satu kesatuan muslim yang utuh. Demikian pula dalam pembangunan masjid sejak abad XIV hingga sekarang mengalami akulturasi dengan unsur arsitektur tradisional Bali atau menyerupai stil wantilan.

Akulturasi dua unsur seni yang diwujudkan dalam pembangunan masjid menjadikan tempat suci umat Islam di di Bali tampak beda dengan bangunan masjid di Jawa maupun daerah lainnya di Indonesia. “Akulturasi unsur Islam-Hindu yang terjadi ratusan tahun silam memunculkan ciri khas tersendiri, unik dan menarik,” tutur Haji Mulyono.

Tengoklah desa-desa muslim yang ada di Bali, seperti Pegayaman (Buleleng), Palasari, Loloan dan Yeh Sumbul (Jembrana) dan Nyuling (Karangasem). Atau, kampung muslim di Kepaon Kota Denpasar.

Kehidupan di sana tak ubahnya seperti kehidupan di Bali pada umumnya. Yang membedakan hanya tempat ibadah saja. Bahkan di Desa Pegayaman, karena letaknya di pegunungan dan tergolong masih agraris, semua simbol-simbol adat Bali seperti subak, seka, banjar, dipelihara dengan baik. Begitu pula nama-nama anak mereka, Wayan, Nyoman, Nengah, Ketut tetap diberikan sebagai kata depan yang khas Bali.

Penduduk kampung ini konon berasal dari para prajurit Jawa atau kawula asal Sasak dan Bugis beragama Islam yang dibawa oleh para Raja Buleleng, Badung dan Karangasem pada zaman kerajaan Bali.

Orang-orang muslim di Kepaon adalah keturunan para prajurit asal Bugis. Kampung yang mereka tempati sekarang merupakan hadiah raja Pemecutan. Bahkan, hubungan warga muslim Kepaon dengan lingkungan puri (istana) hingga sekarang masih terjalin baik.

Beberapa gesekan pernah terjadi diantara warga muslim Kepaon dengan warga asli bali , Raja Pemecutan turun tangan membela mereka. “Mereka cukup disegani. Bahkan, jika ada masalah-masalah dengan komunitas lain, Raja Pemecutan membelanya,” ujar Shobib, aktivis Mesjid An Nur.

Di Denpasar, komunitas muslim dapat dijumpai di Kampung Islam Kepaon, Pulau Serangan dan Kampung Jawa. mayoritas Kampung Kepaon dan Serangan dihuni warga keturunan Bugis.
Konon, nenek moyang mereka adalah para nelayan yang terdampar di Bali. Ketika terjadi perang antara Kerajaan Badung dengan Mengwi, mereka dijadikan prajurit. Setelah mendapat kemenangan, kemudian diberi tanah oleh sang Raja.

Keberadaan ummat islam yang sudah ratusan tahun di bali sedikit banyak memberikan ciri khas tersendiri, misalnya sebagian warga muslim menambahkan nama khas Bali pada anak-anak mereka seperti Wayan, Made, Nyoman dan Ketut, jadi tidaklah sesuatu yang ganjil apabila kita menemukan nama seperti Wayan Abdullah, atau Ketut Muhammad misalnya.

Tetapi ini hanya dalam tataran budaya. Untuk idiom-idiom yang menyangkut agama, mereka tidak mau kompromi. mereka  tetap menjaga nilai-nilai syari'at islam secara utuh.


UMMAT ISLAM BALI  KINI 

Saat ini jumlah ummat islam di Pulau Bali mencapai 9 % dari total penduduk bali , dan keberadaan ummat Islam di pulau Bali  sudah begitu membaur dan menyebar dihampir sega penjuru, baik daerah perkotaan maupun pedesaan. namun secara umum penyebaran ummat Islam masa kini lebih terkonsenterasi di wilayah Denpasar dan Badung, hal tersebut bisa dipahami karena kedua daerah tersebut merupakan daerah  pariwisata utama pulau bali.
Perkembangan ummat islam di kedua daerah ini tampak pada jumlah tempat ibadah/ masjid yang lumayan banyak di kedua daerah ini. seperti di kuta misalnya, di Kelurahan Tuban/ Airport  ada sekitar 9 buah Masjid yang lumayan besar, belum termasuk Musholla, antara lain yang paling megah adalah Masjid Nurul Huda di dekat Airport Ngurah Rai,di masjid ini jika bulan Romadhon mampu menyediakan ta'jil + nasi bungkus/kotak bagi jamaah yang jumlahnya  lebih dari 500an paket.


Masjid Nurul Huda Tuban Bali

Sementara itu di kota Denpasar sendiri  ada puluhan Masjid dengan jarak yang tidak terpaut jauh, dengan begitu kita dengan mudah menemukan sejumlah Masjid di Ibu kota Propinsi Bali ini, semisal  Masjid An-Nur. Jl. Diponegoro 167, Denpasar, Masjid Agung Sudirman. Kompleks Kodam Udayana, Denpasar Masjid At-Taqwa. Jl. WR. Supratman 9 Polda , Denpasar  Masjid Al Ihsan  Komplek Inna Grand Bali Beach Hotel. dll..salah satu Masjid langganan penulis adalah Masjid Agung Sudirman, selain termasuk yang termegah diantara Masjid yang ada, salah satu Imam di Masjid ini mengingatkan saya pada Imam Masjidil Haram  Syaik Abdul Rahman Al Sudais 

Masjid Agung Denpasar
Salah satu Masjid termegah di kota Denpasar

Kemudahan menemukan tempat ibadah/Masjid di kedua daerah ini tentu tidak sama dengan daerah lainnya di Bali, bahkan di kota Gianyar ( salah satu kabupaten di bali ) penulis hanya menemukan 2 buah masjid. namun secara umum perkembangan dan hubungan masyarakat muslim dengan komunitas lainnya di Bali sangat baik sekali. dalam sejarahnya tidak pernah ada perselisihan yang menimbulkan gejolak sosial antara ummat islam dengan komunitas hindu dan lainnya di pulau Bali.


Demikian sedikit perkembangan ummat islam di pulau Bali yang kami sajikan, mudah-mudahan bermanfaat
Wassalam/Rp